“HARAP MAKLUM”
HARGA BAWANG MERAH DAN CABAI
TIDAK PERNAH STABIL
Oleh: Tim Datin Hortikultura
1. Bawang
Merah/cabai layak naik kelas dari komoditas
yang relatif murah (Rp.10.000 sd
Rp.12.000/kg) di tingkat pengecer menjadi kelas komoditas pertanian yang
relatif mahal ( >Rp.20.000,-/kg)
mengingat:
1. Bawang merah diperlukan dan dibutuhkan setiap
hari oleh Rumah Tangga, industri, Horeka, Warung Usaha, Hajatan dlsb.Tanpa
Bawang Merah/cabai semua tidak lengkap
dan semahal apapun produk ini tetap dicari (jaminan pasar ada), berbeda dengan
komoditas hortikultura lainnya semakin tinggi harganya semakin ditinggalkan
pembeli.
2. Usaha Bawang Merah/cabai membutuhkan modal besar, usaha pikiran dan
tenaga yang luar biasa besar kurang lebih Rp 50 sd 60 juta per ha, itupun
dengan resiko kegagalan yang tinggi. Dan apabila terjadi kegagalan panen dan
atau terjadi kerugian maka seluruh biaya tersebut resikonya ditanggung oleh
pengusaha/petani. Sangat berbeda dengan Beras/padi/komoditas pangan lainnya
yang relatif hanya membutuhkan modal yang tidak terlalu besar, anggaplah merugi
pun tidak terlalu besar.
3. Perlu intensitas perhatian dan skill yang
berbeda dalam berbudidaya kedua komoditas ini,
alih-alih dapat untung yang ada adalah merugi jika tidak dikelola atau
dirawat dengan baik, berbeda dengan tanaman tahunan atau padi sekalipun yang
mungkin tidak serumit atau sesulit membudidayakan bawang merah dan cabai,
sehingga faktor dan variabel inilah yang perlu menjadi pemahaman kita kenapa
Harganya layak untuk menjadi produk yang mahal.
4. Pemerintah sejujurnya tidak adil dalam
memberikan sikap atas fenomena ekonomi dan stabilisasi harga Bawang Merah dan
Cabai. Ketidak adilan itu terlihat dari begitu gencarnya melakukan pembahasan
penanganan untuk mensatbilisasi harga pada saat harga kedua komoditas ini
meningkat tetapi tidak dilakukan langkah-langkah yang membela petani/produsen apabila
terjadi hal yang sebaliknya yaitu harga anjlok, misalnya memborong habis
seluruh product yang ada di kebun maupun di gudang dengan harga pemerintah
(harus diatas BEP).
5. Faktanya Unit-unit kerja sektor pertanian
khususnya hortikultura di daerah (Dinas Pertanian) merasa sangat berhasil
apabila terjadi harga yang diatas BEP dan cenderung tinggi untuk komoditas binaan mereka, karena
prinsipnya bertani hortikultura adalah bertani yang tidak gampang dan harus
berorientasi pada jaminan pasar, dan sebaliknya Dinas Pertanian akan di benci
bahkan di menjadi sasaran amuk petani apabila bawang merah dan cabai mereka
tidak memiliki harga yang minimal setara
dengan BEP.
6. Upaya impor sering menjadi pemikiran
penyelesaian jalur pintas dan efektif meredam harga, padahal menurut hemat kami
langkah penghentian impor bawang dan cabai adalah langkah mulia membela
eksistensi petani dalam negeri sekaligus memberi insentif harga bagi petani kita. Toh
sesungguhnya para ibu rumah tangga dengan sabar tetap membeli kemahalan
tersebut karena kebutuhan yang mereka perlukan setimpal dengan
rasa/kenikmatan yang akan mereka
peroleh.
7. Justru dari pihak dan para importir serta pelaku
usaha di bidang industri yang sebenarnya memiliki modal dan kapital berlipat
bahkan dengan keuntungan yang jelas terkadang tidak mau membeli bawang
merah/cabai dengan harga yang pantas dengan berbagai alasannya. Harusnya dapat
mengambil pelajaran dari para ibu rumah tangga yang sanggup memberikan insentif
harga tinggi dengan mau membelinya. Minimal jangan sampai memberikan harga di
bawah BEP bagi bawang merah dan cabai.
8. Terlepas dari itu tugas Pemerintah adalah:
a.
Memberi jaminan harga kepada para petani dan
pelaku usaha bahwa harga tertinggi di tingkat pengecer/pasar grosir dan harga
terendah di tingkat produsen. Jaminan itu bisa melalui regulasi dengan
mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan atau apapun bentuknya.
b. Menghidupkan fungsi Bulog dan lembaga turunannya
jika ada, untuk membeli dan menampung hasil dari produk panen raya petani
kemudian difikirkan penyimpanan dan pengolahannya
c. Pemerintah mensupport BULOG dalam hal penanganan
pemasarannya melalui operasi apasar atau menetapkan sistem yang lebih baik dan
difasilitasi melalui penganggaran pemerintah minimal untuk 9 komoditas bahan
pokok termasuk bawang merah dan cabai.
d. Pengamanan pasokan Jakarta khususnya untuk Cabai
dapat dilakukan dengan pengembangan budidaya cabai secara masiv di Bogor,
Tangerang, Depok dan Bekasi. Kita bisa melihat hortikultura tidak menuntut
lahan yang luas, tetapi penaganan budidaya yang kreatif dan inovatif. Dengan
lahan yang sering di anggurin oleh para pemiliknya kapital dengan segala alasan
investasinya, maka lahan-lahan nganggur di seputaran Jakarta, Bogor, Tangerang,
dan Depok dengan kebijakan khusus mungkin akan membantu mensupplay kebutuhan
pasar induk kramat jati. Kuncinya kreatif ; dengan melibatkan petani-petani
urban yang sering menanam sawi, kangkung, bayam, kacang panjang dll di
seputaran Jakarta.